Ekonom: Penurunan suku bunga The Fed akan buka ruang penguatan rupiah
Jakarta (ANTARA) – Ekonom KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana memandang, potensi pemangkasan suku bunga acuan The Fed atau Fed Funds Rate (FFR) akan membuka ruang bagi penguatan (apresiasi) rupiah meski dibayangi oleh meningkatnya tensi geopolitik.
“Seharusnya itu (pemangkasan FFR) juga bisa menjadi salah satu faktor pendorong pada rupiah, dalam artian itu yang bisa mendorong rupiah bisa berada kembali di bawah level Rp16.300-an (per dolar AS) atau mungkin antara Rp16.200-Rp16.300 sampai dua pekan ke depan,” kata Fikri saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa.
Di tengah konflik Iran-Israel yang berlangsung, Fikri menilai dampak konflik tersebut terhadap nilai tukar rupiah sejauh ini masih terbatas. Pergerakan rupiah saat ini berada pada kisaran Rp16.200-Rp16.300-an per dolar AS.
Sementara itu, keputusan Bank Sentral AS atau The Fed pada bulan ini juga perlu dicermati lebih lanjut. Fikri berharap, The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis point (bps) pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) 17-18 Juni 2025 waktu setempat.
Ia mencatat, Presiden AS Donald Trump belakangan mendesak The Fed untuk segera menurunkan suku bunga. Selain itu, terdapat isu bahwa Ketua The Fed Jerome Powell akan diganti. Jika isu tersebut benar, menurut Fikri, penurunan suku bunga bisa menjadi legacy positif bagi Powell sebagai gubernur bank sentral yang lebih pro-growth.
Fikri menambahkan, inflasi di AS telah menurun dan seharusnya terefleksi pada ekspektasi suku bunga acuan yang lebih rendah. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan melemah dan pasar tenaga kerja menunjukkan tanda-tanda stagnasi.
“Mungkin ini yang harus dilakukan untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi mereka di saat risiko inflasi sudah mulai rendah,” kata dia.
Fikri memperkirakan, penurunan suku bunga The Fed akan terjadi sebanyak dua hingga tiga kali pada tahun ini, masing-masing sebesar 25 bps yang dimulai pada Juni 2025 dan berlanjut satu atau dua kali lagi pada paruh kedua tahun ini.
Berbeda dengan Fikri, Global Markets Economist Maybank Indonesia Myrdal Gunarto memproyeksikan suku bunga The Fed akan tetap bertahan di kisaran 4,25-4,50 persen pada pertemuan FOMC Juni 2025.
Menurutnya, The Fed masih mengantisipasi dampak kebijakan Trump, terutama dampak kenaikan tarif barang impor terhadap tekanan inflasi AS. Indeks Harga Konsumen (CPI) AS pada Mei 2025 yang sebesar 2,4 persen yoy dinilai belum cukup kuat untuk menjadi alasan pelonggaran suku bunga.
“Ini yang kemungkinan, kalau saya melihat The Fed masih akan tetap menjaga untuk tetap melakukan kebijakan suku bunga yang stabil di level 4,5 persen,” ujar Myrdal saat dihubungi terpisah.
Pada pekan ini, sejumlah bank sentral berbagai negara akan menetapkan kebijakan moneternya, tidak hanya BI dan The Fed, melainkan juga Bank of England (BoE), People’s Bank of China (PBoC), hingga Bank of Japan (BoJ).
Terkait dengan BoJ, Myrdal menilai bahwa seharusnya terdapat ruang kenaikan suku bunga mengingat volatilitas yen Jepang yang tinggi. Namun, BoJ tampaknya akan mengambil langkah aman dengan mempertahankan suku bunga di level 0,5 persen.
“Kelihatannya mereka ambil aman. Mereka juga ingin mendorong supaya ekonomi Jepang itu tetap tumbuh kondusif, sehingga kelihatannya masih akan menjaga suku bunga BoJ di level sekitar 0,5 persen,” kata Myrdal.
Baca juga: Ekonom: BI perlu prioritaskan stabilitas dengan tahan suku bunga acuan
Baca juga: Ekonom BSI prediksi BI tahan suku bunga 5,5 persen pada Juni 2025
Baca juga: Ekonom: Pasar menantikan proyeksi ekonomi AS, FFR diperkirakan tetap
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.